Apa saja yang sebenarnya bisa mengancam dan mengakhiri demokrasi?
David Runciman (2018) menuliskan bahwa kudeta, bencana, atau inovasi teknologi yang mengejutkan bisa mempengaruhi hidup matinya demokrasi sebuah negara. Namun, kegagalan demokrasi juga bisa terjadi akibat krisis dari sebuah demokrasi yang sudah matang sekalipun. Terlepas dari segala ketidaksempurnaannya, demokrasi tetap memiliki rekam jejak yang lebih baik dibandingkan bentuk pemerintahan lainnya dalam mempertahankan perdamaian, kebebasan, inovasi, dan kesejahteraan. Faktor penyebabnya, terutama, adalah kemampuan demokrasi untuk mempertanyakan diri sendiri dan mengoreksi diri sendiri, yang tidak terdapat dalam sistem pemerintahan lain.
Gambaran situasi tersebut secara realita juga terjadi di Indonesia. Terutama sejak era reformasi, kehidupan demokrasi di negara ini membuktikan ucapan Tocqueville bahwa ada lebih banyak kesalahan yang terjadi di negara demokrasi, tetapi lebih banyak pula kesalahan yang berhasil dipadamkan atau diperbaiki. Salah satu faktornya adalah kehadiran peran signifikan masyarakat sipil.
Combine Resource Institution (CRI) didirikan pada 2001 dalam euforia reformasi pascarezim Orde Baru, hingga kini terus mencoba memperkuat relevansinya. Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), CRI pun mendudukan demokrasi dan tata kelola yang demokratis sebagai ideologi, misi, dan prinsipnya. Dalam usia CRI ke-22 tahun, perjuangan pemenuhan misi organisasi tidak berhenti dan bahkan terus mendapat tantangan-tantangan baru. CRI tidak hanya dituntut mampu memenuhi tujuan-tujuan advokasi, tetapi diharapkan juga dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dan resiliensi.
Tahun 2023 memiliki banyak momentum penting bagi Indonesia sebagai bangsa, dan bagi CRI sebagai bagian dari OMS. Periode ini adalah momentum menjelang tahun politik, yang diwarnai dengan tekanan agenda-agenda pembangunan dari petahana maupun desakan agenda-agenda pengamanan kepentingan untuk melanggengkan kekuasaan, di tingkat nasional maupun daerah. Relevansi dan signifikasi OMS diuji untuk tetap bertahan di jalur perjuangan atau bergeser ke panggung kepentingan. Periode ini juga menjadi ujian bagi CRI untuk menuntaskan misi rencana strategis di tahun kedua, agar tetap bisa responsif terhadap dinamika demokrasi di eksternal maupun meningkatkan kualitas tata kelola di internal.
Sepakat dengan pemikiran Jane Addams bahwa demokrasi itu tidak terbatas pada urusan perwakilan (representative), tetapi juga terutama pada hikmat kebijaksanaan (social ethics) dan kerakyatan (citizenship), CRI semakin mengukuhkan kapasitas sebagai lembaga yang mampu memberikan dukungan pengembangan literasi informasi dan keamanan holistik bagi sesama OMS dan jejaring komunitas. CRI juga tetap konsisten berinovasi dalam pengembangan keterpaduan sistem informasi desa-daerah dalam tata kelola pembangunan. Hal ini diharapkan menjadi bukti bahwa CRI terus berupaya secara konsisten memberikan kontribusi bagi demokrasi yang harus terus kita hidupi.