ARTIKELBERITA

Lokakarya Keamanan Website Guna Memitigasi Serangan Digital terhadap Organisasi Masyarakat Sipil

Dibaca 2 Menit

Literasi keamanan digital kian dibutuhkan di tengah pelbagai represi virtual yang mengadang. Combine Resource Institution (CRI) kemudian menyelenggarakan lokakarya keamanan website bagi para aktivis dan pegiat organisasi masyarakat sipil (OMS) di Yogyakarta.

Berlokasi di Limasan Griya Jagadhaya, Panggungharjo, Bantul, Combine Resource Institution (CRI) mengadakan pelatihan keamanan website bagi pegiat masyarakat sipil di Yogyakarta. Lokakarya yang diakomodasi oleh Tim IT CRI ini, berlangsung pada Jumat (21/7), pukul 14.30 hingga 17.30 WIB. Inisiasi ini merupakan respons CRI atas kian maraknya serangan terhadap pelbagai kanal media yang dikelola oleh para aktivis serta pegiat OMS. Tak hanya media sosial, seperti Instagram dan Twitter, melainkan laman website organisasi pun rentan mengalami represi serupa.

Proteksi digital guna menangkal kekerasan ini, kemudian perlu digiatkan secara menyeluruh dan bersama-sama. Sebab keamanan satu orang atau satu staf, akan berdampak terhadap keamanan organisasi. Begitu pula sebaliknya, kemanan di tingkat organisasi juga berpengaruh kuat terhadap keamanan personal para pegiatnya. Maka dari itu, perlu solidaritas dan kerja kolektif untuk membangun ruang aman digital yang bebas dari ancaman-ancaman yang ada.

Pelbagai ancaman serangan yang biasa terjadi pada laman website organisasi masyarakat sipil, di antaranya adalah penggantian tampilan depan (deface), serangan DDoS (DDoS attack), hingga penurunan atau penghapusan tayangan konten. Upaya-upaya preventif hingga mitigasi risiko kemudian menjelma urgensi yang perlu untuk dipelajari bersama.

Kharisma, pegiat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, memaparkan bahwa organisai pejuang HAM sangat rentan mengalami serangan digital. Ia mencontohkan kanal media LBH Yogyakarta yang sempat diretas selepas mewartakan kekerasan aparat terhadap aktivis Wadas pada awal 2022 lalu. “Jadi kita nge-posting ada kekerasan yang dilakukan sama aparat, dan itu penganiayaan banget, sampai berdarah dan dibanting. Beberapa menit kemudian, kita akses sudah nggak bisa,” ungkap Kharisma.

Serangan digital tak hanya menyasar pada organisasi, melainkan pula individu-indivdu aktivis yang terlibat di dalamnya. “Nggak cuma LBH, tapi beberapa akun teman-teman juga ada yang coba diretas lewat telegram, whatsapp,” lanjut Kharisma. Ia antusias bila pelatihan ini kian masif tergelar dan menjangkau khalayak yang lebih luas. “Ayok kita me-mainstreaming isu ini di teman-teman gerakan, karena pelatihan ini sangat penting,” tegas Kharisma.

Pernyataan selaras diungkapkan pula oleh Dewi Sinta selaku staf media Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih. Pihaknya mengaku bahwa telah beberapa kali mengikuti pelatihan keamanan digital. Namun tidak secara spesifik membahas perihal keamanan website. Terlebih, Dewi juga perlu mencerna materi yang diberikan dengan lebih fokus, “bingung, ternyata rumit ya,” ujarnya.

Dewi berharap akan ada pelatihan lanjutan yang membahas mengenai literasi keamanan website ini. Begitu pula dengan alokasi pembagian waktu dan materi yang perlu diperluas, karena isu ini sangat penting dan tidak cukup dimaknai dalam satu kali pertemuan saja. “Butuh waktu yang panjang, Jadi nggak bisa langsung,” terang Dewi.

Ia menambahkan bahwa pelatihan kemanan website yang diselenggarakan oleh CRI ini menambah bekal pengetahuannya. “Jadi banyak insight apa yang harus dilakukan ketika (serangan digital) itu terjadi. Ya berharapnya nggak kejadian, tapi misal kejadian, jadi tahu apa-apa yang harus kita lakukan untuk mencegahnya,” papar Dewi.

Melalui pelatihan keamanan website yang secara organik diselenggarakan oleh CRI, diharapkan kesadaran (awareness) atas keamanan situs website hingga keterampilan teknis untuk mengamankan kanal media masing-masing, kian meningkat. Tak kalah penting, pelatihan ini tak lain pula sebagai ruang pertemuan untuk memperkuat basis antarjaringan, organisasi dan memupuk solidaritas antarsesama pegiat masyarakat sipil di Yogyakarta. 

Related posts
BERITA

Pemenuhan Hak-hak Digital di Indonesia Masih Buruk

Sejumlah lembaga masyarakat sipil menilai bahwa hak-hak digital di Indonesia, khususnya di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, belum menjadi isu penting bagi…
OPINI

Urgensi Pelindungan Data Pribadi dalam Kerja-Kerja Organisasi Masyarakat Sipil

Keberadaan UU PDP mewajibkan individu dan kelompok yang melakukan pengumpulan dan pemrosesan data pribadi untuk menjamin keamanan dan privasi data yang mereka…
OPINI

Kemajuan Teknologi yang Mengkhianati HAM

Perkembangan teknologi yang diklaim dapat memberdayakan kelompok-kelompok terpinggirkan dan menciptakan kesetaraan nyatanya tidak berjalan. Perkembangan teknologi malah memperdalam jurang kesenjangan. Saya pernah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *