OPINI

Pelatihan Keamanan Menyeluruh: Sebuah Usaha untuk Menciptakan Ruang Aman bagi Aktivis di Akar Rumput

Dibaca 4 Menit

Dengan jaringan dan lingkup kerja terbatas (hiperlokal), insiden keamanan terhadap aktivis di akar rumput kerap luput dari perhatian publik.

Saat ini kebanyakan dari kita mungkin tidak bisa “hidup normal” tanpa gawai kita. Dunia kita seolah-olah terangkum dalam kotak kecil yang kita bawa kemana-mana, bahkan ke kamar mandi. Kotak kecil tersebut memberikan kita banyak kemudahan, mulai dari mencari penghidupan, melayangkan protes hingga mencari teman hidup. Syaratnya cukup mudah yakni; terhubung dengan internet dan kita rela menduplikasi diri kita dalam akun-akun virtual dengan mengunggah data pribadi kita.

Apa yang terjadi jika kita kehilangan gawai kita? Mungkin kita akan merasa biasa saja karena kita masih memiliki gawai cadangan. Namun bagaimana jika sehari-hari kita menggunakan gawai itu untuk bertransaksi, menghubungi teman atau keluarga, bekerja atau mungkin menggalang aksi-aksi sosial? Yang jelas kita tidak hanya kehilangan gawai tapi juga berpotensi kehilangan data, yang mungkin sangat penting, yang ada di gawai tersebut. Sampai pada satu titik peristiwa tersebut akan memengaruhi kondisi psikis kita.

Tentang Keamanan Menyeluruh: Sebuah Konsep

Keamanan Menyeluruh (Holistic Security) adalah sebuah konsep keamanan yang pertama kali diperkenalkan oleh Tactical Tech, sebuah organisasi nirlaba internasional yang fokus pada eksplorasi dan kampanye mitigasi dampak teknologi terhadap masyarakat. Konsep keamanan menyeluruh ditujukan bagi mereka para pejuang hak asasi manusia (HAM). Konsep ini mengintegrasikan tiga aspek yakni, keamanan fisik, keamanan digital dan keamanan psikososial. Sebagaimana diilustrasikan di atas, jika kita kehilangan gawai, maka tidak hanya gawai kita yang secara fisik tidak lagi dalam kendali kita, namun semua data yang ada di dalamnya, yang berpotensi disalahgunakan pihak lain. Tidak sampai di situ, peristiwa ini akan memengaruhi kondisi psikis kita. Maka mitigasi yang harus dilakukan harus mencakup tiga aspek tersebut.

Dalam implementasinya, konsep ini tidak mengharuskan para fasilitator untuk menjadi ahli dalam tiga aspek (keamanan fisik, digital dan psikososial). Namun implementasi konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memperkuat pengetahuan dan praktik paling dasar dari ketiga aspek tersebut berdasarkan pengalaman para peserta. Selain itu, implementasi konsep ini juga bertujuan untuk mendorong adanya pendekatan baru, kerangka kerja dan pemahaman bersama yang konsisten di antara semua pihak yang terlibat, baik di level individu maupun di level organisasi.

Kenapa Media Komunitas dan para Pegiat Isu Sosial di Akar Rumput

Dari Januari hingga Maret 2022 kami telah mengadakan Pelatihan Keamanan Menyeluruh di tiga kota: Lombok Timur, Banyuwangi dan Semarang. Pada pelatihan di tiga kota tersebut kami melibatkan para pegiat media komunitas, jurnalis profesi media lokal, pegiat literasi, dan aktivis lembaga bantuan hukum setempat.

Hasil survei yang kami lakukan sebelum pelatihan menunjukkan bahwa semua partisipan sering mengalami intimidasi, baik secara fisik maupun daring. Sebagai contoh, para pegiat media komunitas di Lombok Timur dan Pekalongan sering kali diprotes oleh orang-orang yang tidak berkenan dengan berita yang mereka angkat. Bentuk intimidasinya bermacam-macam. Mulai dari kata-kata kasar hingga ancaman kekerasan. Patut diketahui bahwa meskipun para pegiat media komunitas bekerja berdasarkan prinsip-prinsip jurnalistik, namun mereka tidak dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Undang-undang Pers hanya mengakui perusahaan pers dan jurnalis yang bekerja untuk perusahaan pers, sedangkan media komunitas bukan perusahaan pers.

Hal yang sama juga banyak dialami oleh para jurnalis profesional media lokal. Bedanya mereka masih mendapatkan bantuan dari perusahaan pers tempat mereka bekerja, meskipun di sisi lain mereka kerap merasakan beban kerja yang berlebih dari perusahaan mereka. Intimidasi sejenis juga sering dirasakan oleh para pegiat literasi dan aktivis lembaga bantuan hukum yang terlibat dalam pelatihan ini.

Dari survei yang sama, kami juga menemukan bahwa tingkat pengetahuan mereka tentang keamanan digital sangat beragam. Masih banyak dari mereka yang tidak memiliki password yang kuat atau menggunakan password yang sama untuk banyak akun; tidak menerapkan otentifikasi dua langkah; dan menggunakan satu akun digital, misalnya akun media sosial organisasi, secara bersama-sama. Kebiasaan-kebiasaan ini termasuk kebiasaan yang rawan dan memicu terjadinya insiden keamanan digital. Kabar baiknya, sebagian kecil dari mereka termasuk orang-orang yang peduli tentang keamanan digital.

Dalam aspek psikososial, kami juga menemukan fakta bahwa mayoritas para peserta menyadari jika mereka sedang mengalami stres akibat pekerjaan mereka berlebih, namun tidak banyak dari mereka yang memahami bahwa hal tersebut penting dan harus segera diatasi. Hal ini tentu mengkhawatirkan karena jika stres terakumulasi maka akan ada kondisi di mana mereka tidak lagi dapat mengendalikannya. Hal ini tentu akan sangat merugikan, tidak hanya bagi mereka tapi juga keluarga dan lembaga tempat mereka bekerja.

Hasil survei tersebut meyakinkan kami bahwa konsep keamanan menyeluruh sangat relevan bagi mereka. Ditambah lagi fakta bahwa ada kecenderungan meningkatnya ancaman, terutama secara digital, bagi para pegiat isu sosial. Sepanjang tahun 2020, SAFEnet mengklasifikasi latar belakang para korban serangan digital dan menemukan bahwa terdapat 30 insiden serangan digital dengan korban warga umum, 26 serangan dengan korban jurnalis, 25 aktivis, 19 mahasiswa dan 15 serangan digital dengan korban organisasi masyarakat sipil. Selain itu sepanjang tahun tahun 2021, Amnesty International Indonesia juga mencatat terdapat 95 kasus serangan terhadap aktivis HAM dengan korban sebanyak 297 orang. Hal ini akan menambah tekanan psikologis bagi para pembela HAM karena berisiko mengalami kriminalisasi.

Fakta-fakta tersebut menjadi salah satu latar belakang bagi kami mengadakan pelatihan keamanan menyeluruh bagi para aktivis di akar rumput. Dengan jaringan dan lingkup kerja terbatas (hiperlokal), insiden keamanan terhadap aktivis di akar rumput kerap luput dari perhatian publik. Oleh karena itu kami mendesain pelatihan di setiap kota sebagai proyeksi untuk menciptakan sebuah ekosistem atau ruang yang aman bagi para aktivis di akar rumput. Paling tidak, dalam setiap pelatihan di tiga kota tersebut, kami melibatkan peserta dengan latar belakang media, aktivis, peminat teknologi informasi dan hukum. Dengan komposisi tersebut kami menargetkan adanya kolaborasi di antara mereka. Belajar dari insiden-insiden keamanan yang dihimpun SAFEnet dan banyak lembaga lain menurut kami kolaborasi tersebut akan memberikan ruang yang aman bagi para aktivis di level akar rumput.[]


Sumber gambar: Tactical Tech

Liputan jalannya kegiatan pelatihan Keamanan Menyeluruh di Banyuwangi, Jawa Timur, oleh Agus Wiratama dapat dibaca di sini.


Pemutakhiran: Artikel ini mengalami pembaruan pada 13 Juli 2023, pukul 11.07 WIB. Ada penambahan informasi mengenai liputan jalannya kegiatan pelatihan di Banyuwangi.

Related posts
ULASAN

Catatan Perjalanan APrIGF 2023 dan Langkah Panjang Menuju Keadilan Data

Pada gelaran Asia Pacific Regional Internet Governance Forum (APrIGF) 2023 di Brisane, Australia, Combine fokus menyuarakan isu atas hak privasi, kebebasan sipil,…
BERITA

Pemenuhan Hak-hak Digital di Indonesia Masih Buruk

Sejumlah lembaga masyarakat sipil menilai bahwa hak-hak digital di Indonesia, khususnya di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, belum menjadi isu penting bagi…
OPINI

Kemajuan Teknologi yang Mengkhianati HAM

Perkembangan teknologi yang diklaim dapat memberdayakan kelompok-kelompok terpinggirkan dan menciptakan kesetaraan nyatanya tidak berjalan. Perkembangan teknologi malah memperdalam jurang kesenjangan. Saya pernah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *