OPINI

Simalakama Aplikasi Kencan

Dibaca 4 Menit

Aplikasi kencan menjadi wahana baru mencari teman di era digital. Akan tetapi, ada beberapa hal yang musti diperhatikan agar tidak terjerumus dalam kejahatan digital.

Aplikasi Kencan (dating apps) makin laris manis diserbu peminat. Era digital, yang mengubah cara hidup konvensional dengan banyak pertemuan fisik menjadi serba daring, adalah penyebabnya. Hasil kajian yang dilakukan oleh Pew Research Center, sebuah lembaga riset yang berbasis di Washington D.C., Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pengguna dating apps di Amerika mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat sebanyak 11 persen orang dewasa di Amerika yang menggunakan dating apps pada 2013 bertambah jumlahnya menjadi 23 persen pada 2019.

Pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020 lalu tampaknya juga punya andil besar dalam pesatnya perkembangan dating apps. Dalam artikel yang berjudul Social Impact of online dating platform. A case study of Tinder, Maria Stoicescu, mahasiswi doktoral Program Studi Sosiologi, University of Bucharest, menyatakan bahwa kaum lajang mengakses Tinder, salah satu jenis dating apps, untuk mengatasi tekanan pembatasan sosial. Jika sebelum pandemi aplikasi percakapan seperti WhatsApp, Facebook, dan Line menjadi cara baru berkomunikasi, maka sejak pandemi aplikasi kencan seolah menemukan momentumnya. Dating apps boleh jadi merupakan alternatif solusi bagi mereka yang ingin mencari kenalan, teman, bahkan pasangan di tengah sepinya pertemuan offline saat pandemi.

Ada beragam jenis dating apps dengan kekhasan masing-masing. Misalnya, aplikasi Bumble, yang memberikan kesempatan bagi para pengguna perempuan untuk terlebih dahulu mengirim pesan perkenalan. Selanjutnya, ada OkCupid (OKC) yang menyiapkan ratusan pertanyaan berbagai tema bagi penggunanya untuk menentukan persentase kecocokan – yang biasa dikenal dengan istilah match. Selain yang telah disebutkan, tentu saja sebagian dari kita tidak asing dengan Tinder, Tantan, Coffee Meets Bagel, bahkan Line yang juga menyediakan ruang bertemu untuk orang-orang baru. Yang menjadi penting untuk dikritisi kemudian adalah, seberapa jauh beraneka dating apps tersebut menjamin keamanan penggunanya?

Potensi pelecehan digital

Seorang narasumber, sebut saja namanya Sakura (26), seorang pekerja di salah satu klinik hewan di Tangerang, Banten, menceritakan tentang pengalamannya saat menggunakan dating apps. Dia menyampaikan bahwa dirinya pernah mendapatkan gambar kurang menyenangkan dari teman baru yang dikenalnya lewat dating apps. “Aku langsung hapus gambarnya,” papar Sakura sambil tertawa pelan saat kami berkomunikasi via panggilan video beberapa waktu lalu. Meski dia bercerita dengan cengar-cengir, namun Sakura tidak memungkiri bahwa apa yang dialaminya tersebut merupakan kejadian yang membuat hatinya seperti diiris-iris ketika mengingatnya.

Narasumber lainnya, Lili (25), bukan nama asli, yang sedang menempuh pendidikan master jurusan seni menyampaikan kekesalannya terhadap seorang lelaki yang mengomentari tampilan fisiknya di tengah obrolan daring mereka. “Ada pengalaman dikomentari wajahku. Dia bilang di wajahku ada banyak flek hitamnya. Aku kesal!,” terangnya. Tanpa terlebih dahulu memaki lelaki yang telah melecehkannya, Lili memutuskan untuk memblokir dan melaporkan akun tersebut. Seperti halnya beberapa platform sosial media, dating apps juga menyediakan fitur lapor (report) untuk melaporkan akun-akun yang dianggap mengganggu.

Kisah Sakura dan Lili jelas bukanlah akhir dari kisah pelecehan digital yang dijembatani oleh dating apps. Sayangnya, kedua perempuan tersebut tidak mampu berbuat apa-apa ketika menghadapi pelecehan atau kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang sedang mereka alami. Sakura mengaku tidak berpikir untuk melaporkan akun lelaki yang telah melecehkannya, sebab dia bahkan tidak paham kalau dirinya telah menjadi korban pelecehan yang “difasilitasi” oleh dating apps. Sementara itu, Lili yang sempat melaporkan akun lelaki yang melecehkannya juga belum puas karena dia tidak pernah tahu bagaimana tanggapan dating apps atas laporannya.

Eksploitasi data pengguna

Dalam sebuah diskusi daring berjudul Aplikasi Kencan dan Persoalan Ke(ny)aman yang disiarkan lewat Instagram PurpleCode Collective, aktivis pemerhati gender dan teknologi, Dhyta Caturani menjelaskan bahwa dating apps mengakses data-data pribadi penggunanya seperti nama, e-mail, foto, status gender, lokasi domisili, bahkan pandangan sosial-politik. Semakin banyak kita menjawab pertanyaan yang telah disiapkan oleh dating apps, maka semakin banyak pula data kita yang dieksploitasi. Dhyta juga mengungkapkan bahwa tiap dating apps punya caranya sendiri untuk merayu penggunanya untuk mengobral data pribadi mereka. “Ada catch phrase, ada frasa-frasa yang membuat kita ingin mengisi data-data di dating apps itu,” kata Dhyta.

Ditambah lagi, dating apps ternyata juga punya kemampuan melacak dan menganalisis kebiasaan serta aktivitas para penggunanya. Hasil rekaman dan analisis tersebut kemudian dimanfaatkan untuk tujuan komersial. Mesin analisis dating apps akan menawarkan iklan yang telah disesuaikan dengan kebiasan yang dilakukan oleh masing-masing pengguna yang sebelumnya telah terlacak. Dengan demikian, terjadilah eksploitasi data pengguna dating apps. “Dari aktivitas dan habit kita di dating apps, kemudian dikembangkanlah persona atau profil kita masing-masing. Tujuannya, agar mereka bisa menawarkan iklan yang pas,” jelas Dhyta.

Perlukah kita menginstal dating apps?

Setelah membongkar berbagai risiko penggunaan dating apps, lalu apakah sebaiknya kita berhenti memakainya dan mencoba kembali cara lama untuk berinteraksi secara offline atau luring saja?

Lili maupun Sakura sepakat bahwa mereka tidak takut untuk melanjutkan aktivitas berjejaring melalui dating apps walau keduanya sempat mendapat pelecehan. Bagi dua perempuan itu, urgensi pemakaian dating apps hari ini cukup penting mengingat semakin minimnya kesempatan untuk berkenalan dengan orang-orang baru di dunia nyata. “Aku masih lanjut mencari teman ngobrol di Tinder, di Coffee Meets Bagel juga,” kata Sakura. Sementara itu, Lili mengaku enggan menghapus dating apps di smartphone-nya karena dia beranggapan bahwa masih ada banyak cerita indah para pasangan yang bertemu lewat dunia maya. Dia menceritakan tentang beberapa temannya yang bertemu dan menjalin hubungan serius dengan orang-orang yang dikenal melalui dating apps. “Teman-temanku banyak yang sukses dapat jodoh lewat dating apps. Banyak juga kok pengalaman positif di sana. Yang penting hati-hati,” tandasnya.

Adanya kebutuhan penggunaan dating apps juga disampaikan oleh Dhyta Caturani. Dia menjelaskan bahwa penggunaan aplikasi kencan online bukanlah hal yang dapat dihindari karena kita sedang berada di era digital. “Kalau mau pakai, ya pakai aja. Dating apps ini bukan sesuatu yang bisa dihindari di digital age. Sekarang memang cara ketemu banyak lewat dating apps atau sosial media,” tutur Dhyta. Dia kemudian mengingatkan bahwa penggunaan dating apps harus disertai dengan beberapa trik mitigasi untuk meminimalisir risiko.

Dhyta menyampaikan beberapa tips keamanan digital yang dapat dipraktikkan oleh user dating apps, di antaranya: gunakan e-mail khusus untuk dating apps; hindari pemakaian nomor telepon untuk login; dan kalau sudah menemukan match yang berlanjut pada aktivitas chatting, jangan sekali-kali bersedia untuk mengirim foto dan data pribadi sebelum bertemu terlebih dahulu. Satu tips lagi dari Dhyta, jangan ragu untuk mengambil screenshot profil dan bukti percakapan orang-orang yang kiranya melakukan pelecehan kepada kalian.

Jadi bagaimana? Perlukah kita ikut-ikutan mencoba berjejaring lewat dating app atau kembali ke tradisi lama?


Daftar Pustaka


Foto: Sarah Perez lewat techcrunch.com

Related posts
ULASAN

Catatan Perjalanan APrIGF 2023 dan Langkah Panjang Menuju Keadilan Data

Pada gelaran Asia Pacific Regional Internet Governance Forum (APrIGF) 2023 di Brisane, Australia, Combine fokus menyuarakan isu atas hak privasi, kebebasan sipil,…
BERITA

Pemenuhan Hak-hak Digital di Indonesia Masih Buruk

Sejumlah lembaga masyarakat sipil menilai bahwa hak-hak digital di Indonesia, khususnya di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, belum menjadi isu penting bagi…
OPINI

Urgensi Pelindungan Data Pribadi dalam Kerja-Kerja Organisasi Masyarakat Sipil

Keberadaan UU PDP mewajibkan individu dan kelompok yang melakukan pengumpulan dan pemrosesan data pribadi untuk menjamin keamanan dan privasi data yang mereka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *