Gagasan mengenai pengetahuan terbuka menawarkan pengetahuan yang transparan, dapat diakses secara bebas, tersebar luas, dan dikembangkan bersama melalui jaringan kolaboratif. Gagasan ini menjadi penting karena yang ditawarkan tidak hanya pengetahuan tetapi juga akses yang terbuka lebar bagi siapa saja. Dalam hal ini, pengetahuan terbuka mendorong siapapun agar dapat mengakses informasi dan ilmu pengetahuan.
Salah satu cita-cita dari gagasan pengetahuan terbuka adalah mengurangi ketimpangan informasi dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada semua pihak secara cuma-cuma. Komunitas Wikimedia Indonesia adalah salah satu yang berupaya mewujudkan hal tersebut dengan membuka ruang kolaborasi di internet bernama Wikipedia, terutama Wikipedia Indonesia.
“Melalui platform tersebut, semua pihak dapat berkontribusi untuk berbagi pengetahuan,” jelas Cahyo Ramadhani, pegiat Wikimedia Indonesia, dalam diskusi “Pengetahuan Terbuka, Membuka Pengetahuan”, di Limasan Griya Jagadhaya, Sewon, Bantul pada Selasa, 30 April 2019.
Kolaborasi tersebut tidak hanya dilakukan dengan berbagi pengetahuan atau informasi tetapi juga mengakomodasi pengetahuan ke dalam berbagai bahasa. Cahyo menjelaskan bahwa keberagaman bahasa daerah di Indonesia dapat diakomodir sebagai medium untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada seluruh lapisan masyarakat. Misalnya saja dengan menerjemahkan beberapa konten sains dan teknologi di Wikipedia ke dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Bali. “Hal ini dilakukan agar bahasa daerah yang kita gunakan sehari-hari sebetulnya dapat mengakomodasi ilmu pengetahuan. Sehingga pengetahuan tersebut terasa familiar oleh semua pihak karena adanya pendekatan bahasa,” ujar Cahyo.
Ketika Wikimedia Indonesia berbicara mengenai penyebarluasan informasi berbasis teks, Komunitas Gimpscape menawarkan kolaborasi pengetahuan berbasis grafis atau gambar. “Gimpscape menyediakan ruang berbagi gambar yang dapat diakses oleh siapapun karena hak ciptanya telah dibuka untuk publik. Sehingga, gambar tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak,” jelas Rania Amina, pegiat Komunitas Gimpscape
Namun sebenarnya pengetahuan terbuka tidak terbatas pada lingkup yang disebut di awal. Jika merujuk pada definisi sederhananya, “pengetahuan terbuka merupakan pengetahuan yang dapat digunakan, didaur ulang, dan didistribusikan secara bebas, tanpa hambatan hukum, sosial dan teknologi,” maka sesungguhnya praktik pengetahuan terbuka sudah berlangsung sejak lama di Nusantara. Di desa-desa, praktik pengetahuan terbuka dilakukan dengan membagikan pengetahuan dari satu orang ke orang lain tanpa syarat apapun. Sebagai contoh praktik berbagi resep di Desa Murtigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Satini, salah satu warga desa yang merupakan pengrajin penganan tradisional bernama adrem, tak segan membagikan pengetahuannya membuat adrem yang enak kepada warga lainnya. Begitulah pengetahuan terbuka dipraktikkan dalam format yang paling sederhana.
Satini tidak pernah terpikir bila menyebarluaskan resep tersebut dapat menghambat rejekinya. Menurutnya, justru dengan membagikan resep tersebut, semua orang di desanya dapat membuat adrem. “Ketika pesanan adrem membludak dan saya tidak dapat membuat semuanya, warga desa lain yang dapat membuat bisa mengambil alih pesanan tersebut,” pungkasnya. Berawal dari segelintir orang, kini desa tersebut dikenal sebagai desa pengrajin adrem dengan kualitas yang tak diragukan.
Bagi CRI sendiri, pengetahuan terbuka merupakan marwah organisasi, sebab semangat pengetahuan terbuka adalah semangat yang menjadi embrio organisasi. Dalam aktivitasnya, pengetahuan terbuka menjadi landasan utama, seperti kegiatan media komunitas dan jurnalisme warga, atau Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya. Selain itu, sejak tahun 2008, CRI turut mengampanyekan penggunaan Linux, sistem operasi komputer berbasis pengetahuan dan sumber terbuka, kepada jejaring eksternal maupun internal. Hingga saat ini, Linux menjadi pendukung utama kerja-kerja komputasi organisasi.