MAJALAH KOMBINASI

Edisi 64 : Berpikir Global, Bertindak Lokal Ala Komunitas

Dibaca 1 Menit

Istilah berpikir global bertindak lokal (think global act local) yang begitu terkenal itu akhirnya memang bisa diartikan dalam konteks apa saja, terma­suk yang belakangan paling sering ada­lah di bidang pemasaran global. Namun sejatinya istilah ini muncul dalam kon­teks sosial.

Rasanya boleh juga diterje­mahkan bahwa istilah ini bentuk peng­akuan pada kekuatan komunitas lokal. Namun agaknya penganut istilah ber­ pikir global bertindak lokal ini rujukan utamanya tetap konsep dan pemikiran global yang diterjemahkan sesuai kon­disi lokal. Misalnya di negara asalnya ju­alan utamanya hamburger, begitu di In­donesia jadi nasi, ayam goreng dan per­kedel. Padahal sesungguhnya konsep global, termasuk di dalamnya ada sebut­an kapitalisme global, sudah terbukti ka­lah “sakti” dengan kebijaksanaan lokal.

Saat krisis ekonomi global melanda pada 2008, Usaha Kecil Menengah dan Mikro (UMKM) membuktikan diri mam­pu bertahan dan bahkan ikut menopang Indonesia dari kejatuhan yang dalam. Demikian pula sebelumnya saat senja­kala orde baru 1997-1998. Mereka ini ter­masuk para pedagang yang mengan­ dal­kan proses transaksinya dengan cara tradisional, tanpa utang pada bank tapi konsumennya boleh utang berbasis ke­percayaan dan catatan di secarik kertas, serta menjual barang yang memang be­nar-benar dibutuhkan oleh warga di se­kitarnya dan bukan menciptakan ke­butuhan. Mereka ini jumlahnya jutaan orang, dan merekalah sebenarnya tulang punggung ekonomi Indonesia.

Perkembangan teknologi komunikasi dan jaman yang serba modern membuat para pengambil kebijakan dan pengu­asa bisnis kelas gurita kerap melupakan kekuatan komunitas ini. Menjejalkan tam­bang di daerah pertanian, membi­arkan stasiun-stasiun televisi menyebar­kan keburukan melalui beragam prog­ ram siarannya yang mengambil jatah frekuensi publik, hingga membiarkan harga buku menjadi sangat mahal ada­lah segelintir contohnya.

Bila tak ada aral melintang, April men­datang CRI akan menghadirkan realitas ini melalui Jagongan Media Rakyat, aca­ra dua tahunan yang menginjak kali ke­ empat. Seperti tersaji dalam edisi ini, kita butuh kembali diingatkan oleh ko­munitas bahwa mereka memiliki kemam­puan luar biasa dan terkadang hanya bu­tuh teman, bukan tuan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *