Pada sebagian besar film produksi Hollywood yang bertema kehancuran kehidupan di dunia masa depan, barang yang selalu diposisikan amat berharga adalah air. Tengok film Book of Eli (2010) misalnya. Saat situasi serba kacau tanpa aturan, yang dicari pertama oleh para perampok jalanan adalah air, baru kemudian barang lainnya yang bisa ditukarkan dengan air.
Demikian pula dengan film dokumenter Belakang Hotel (2014) yang sejak akhir tahun lalu mulai banyak diputar di berbagai tempat, dia bertu tur tentang air. Krisis air menjadi dampak yang paling mendera warga, dari pembangunan hotel yang tak terkontrol. Dampak pembangunan hotel yang berlebihan bisa bermacam-macam, tetapi ternyata yang paling membuat warga menderita adalah air.
Simak perhitungan angka-angka berikut. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memperkirakan kebutuhan anggaran sebesar Rp 253 triliun untuk menyediakan akses air minum 100% di seluruh Indonesia hingga 2019. Hingga 2014 cakupan pelayanan air minum baru mencapai 70,05% persen.
Ketika masih ada sekitar 30% masyarakat yang belum terlayani air layak minum, data Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menyebutkan masyarakat Indonesia menghabiskan 23,1 miliar liter air minum dalam kemasan (AMDK) pada 2014, meningkat 11,3% di bandingkan 2013. Apakah itu berarti orang yang belum terlayani terpaksa membeli produk AMDK sehingga penjualannya meningkat? Logika sederhananya begitu, tapi tentu butuh penelitian lain agar lebih akurat.
Yang jelas, pemain utama produsen AMDK saat ini sahamnya dimiliki asing. Aqua misalnya, dimiliki Danone asal Perancis. Tahun lalu, secara glo bal keuntungan yang diraih Danone mencapai $1,27 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun dengan asumsi kurs Rp 13 ribu per dollar. Pada situs resminya disebutkan “very strong performances by Aqua”. Artinya penjualan Aqua, memberi kontribusi yang signifikan di saat produk lainnya cenderung stagnan atau menurun.
Atau lihatlah Ades, yang dimiliki Coca Cola maupun Club yang dibeli Asahi Indofood, perusahaan patungan Jepang-Indonesia. Intinya, air yang ada di Indonesia, dijual lagi kepada orang Indonesia, dan keuntungannya melayang menuju negara-negara yang air kerannya saja sudah bisa langsung diminum.
Dari semua gambaran itu, wajib hukumnya pengelolaan air berdasar prinsip pasal 34 UUD 1945. Perjuangan masyarakat mendapatkan akses air adalah perjuangan mendapatkan hak.
Tulisan dalam liputan utama edisi ini melukiskan perjuangan mendapatkan hak itu, yang harusnya adalah kewajiban negara untuk memenuhinya.