MAJALAH KOMBINASI

Edisi 57 : Refleksi Peran Media Komunitas Pascapilpres

Dibaca 1 Menit

Pengawasan. Kata ini biasanya identik dengan mengamati obyek yang diawasi secara te­liti, tajam, saksama. Kalau bi­cara tentang pemerintah pusat, ma­ka melakukan pengawasan terhadap pemerintah pusat umumnya diartikan sebagai mengamati kebijakannya, ko­rupsi tidaknya, kemampuan personel­nya dan sebagainya.

Inilah momentum bagi media komuni­tas untuk mengambil peran penting. Yakni de­ngan menjalan­kan se­ma­ngat dasar me­dia komu­nitas: berjuang untuk dan bersama komunitas.

Melaksanakan pengawasan, dalam kon­teks pemerintahan, sebenarnya ju­ga dapat dilakukan dengan melapor­kan situasi dan kondisi di masyarakat. Tujuannya agar pemerintah tahu apa­kah kebijakannya sudah tepat sasar­an, sesuai kebutuhan, dan meningkat­kan kualitas hidup masyarakat di se­mua pelosok. Hal ini juga merupakan ben­tuk pengawasan.

Pada pengertian pengawasan yang terakhir inilah media komunitas bisa mengambil peran. Idealnya memang fungsi media komunitas adalah me­nyuarakan kebutuhan dan kepenting­an masyarakat melalui produksi dan distribusi informasi. Jadi bila ini dila­kukan dengan konsisten, sesungguh­nya fungsi pengawasan atau da­lam te­ori pers akrab disebut “anjing penja­ga” (watchdog) telah dilakukan.

Pertanyaannya, apakah media ko­munitas masih konsisten menjalan­kannya atau malah sudah mulai tertu­lar virus media arus utama dengan le­bih banyak menyebarkan ulang beri­ta-berita dari luar ke komunitasnya? Atau rajin melakukan sosialisasi prog­ram pemerintah tanpa sebaliknya, me­rekam efek program tersebut di ma­sya­rakat lalu memberitakannya agar diketahui para pembuat program?

Kepemimpinan nasional yang ba­ru telah terpilih. Meski ada riak-riak upaya merecoki pemerintahan baru oleh pihak yang kalah pilpres, toh presiden serta wapres terpilih terlanjur identik dengan harapan akan perubah­an ke arah yang lebih baik lewat trans­paransi dan kebijakan berbasis kebu­tuhan masyarakat.

Bila kita mengamati sepak terjang media arus utama selama masa pil­pres lalu, agaknya sulit berharap lagi peran pengawasan yang independen dari mereka. Inilah sebenarnya mo­mentum bagi media komunitas untuk betul-betul mengambil peran penting dalam kehidupan berbangsa dan ber­negara dan tak sekadar dianggap “me­dia alternatif” alias “bukan pilih­an uta­ma”. Caranya cukup dengan menjalan­kan semangat dasar media komuni­tas secara kon sisten: berjuang untuk dan bersama komunitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *