BERITA

Pelatihan Pengarusutamaan Jender pada 8 Radio Komunitas di Sulawesi Selatan

Dibaca 2 Menit

COMBINE Resource Institution bekerjasama dengan JIRAK Celebes  menggelar Pelatihan Pengarusutamaan Jender pada Radio Komunitas di Hotel Sas, Makasar, 30 April – 2 Mei 2013. Bertindak sebagai fasilitator untuk pengetahuan jender adalah Anastasia Novi Ekanti Hariani dari Mitra Wacana.  Basri Andang dari Jurnal Celebes, memfasilitasi proses peliputan berita yang mengangkat isu perempuan. Sebanyak 16 pengelola radio dari 8 radio komunitas di Sulawesi Selatan mengikuti pelatihan ini. Adapun radio komunitas yang mengikuti pelatihan ialah  Radio Sando Batu, Radio Jaring Mas FM, Radio Iga Fm, Radio Takolekaju di Palopo, MBS Bantaeng, BRM FM, FBS FM UNHAS, dan Suara Rakyat Mandiri FM di Bulu Kumba.

Pelatihan ini dibuka dengan pemutaran film berjudul “Namaku Srikandi.” Sebuah film yang mengisahkan ketidak adilan peran domestik yang telah ditanamkan pada perempuan sejak kecil. Diskusi mengenai film ini berlangsung seru karena adanya perdebatan mengenai peran perempuan dalam rumah tangga. Adanya pemikiran bahwa bahwa peran domestik perempuan adalah kodrat masih cukup kuat. Lalu fasilitator masuk ke dalam perbedaan konsep kodrat dan jenis kelamin. Dalam pemaparannya, kodrat merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya yang sebenarnya masih bisa diubah. S. Pada pembahasan mengenai bias jender, maka diskusi lebih menukik pada budaya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagai contoh kewajiban kaum pria untuk memberikan “uang panai” atau uang yang harus diberikan kepada pihak perempuan untuk pesta pernikahan, seringkali dianggap terlalu memberatkan. Besaran “uang panai” tergantung pada tingkat pendidikan, profesi, dan kebangsawanan seorang perempuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, status sosialnya, maka “uang panai” yang harus dibayarkan pihak pria akan semakin tinggi. Sangat menarik, karena  cukup banyak perspektif yang muncul dari diskusi ini. Ada yang menganggap bahwa “uang panai” merupakan bentuk penghargaan terhadap perempuan. Pun ada pula yang memaknai perempuan hanya sebagai “barang dagangan” dalam negosiasi antara pihak keluarga pria dan perempuan. Sesi hari pertama ditutup dengan pemetaan isu jender yang dilakukan melalui metode role play. Setiap kelompok membuat cerita dan mementaskannya dalam bentuk drama singkat. Cerita ini berbasis pada tema utama yaitu bias jender pada keluarga, masyarakat, dan radio komunitas. Melalui cerita inilah, lalu dibedah akar masalah adanya ketimpangan kesetaraan jender pada masyarakat.

Pada hari kedua, pelatihan ini lebih fokus pada topik pengintegrasian pengarusutamaan jender pada radio komunitas. Peserta dibagi dalam dua kelompok untuk merefleksikan struktur organisasi dan aturan lembaga radio komunitas terkait keterlibatan perempuan. Selain itu, ada satu kelompok yang merefleksikan sejauh mana program radio telah mengakomodir isu kesetaraan jender pada komunitasnya. Usai sesi ini, maka dilanjutkan dengan liputan langsung ke lapangan, yaitu dua radio akan memproduksi berita audio, dan satu radio akan menulis berita untuk diunggah ke Suara Komunitas sekaligus membuat buletin. Liputan mereka berbeda-beda, ada yang mewawancarai perempuan yang menjadi tukang parkir, ibu-ibu penjual gorengan, dan seorang ibu yang keliling dengan sepeda untuk menjual kardus. Hari kedua berlangsung hingga malam hari, karena setiap radio komunitas akan melakukan proses produksi audio dan tulisan. Setelah itu akan mempresentasikan hasil produksinya untuk dikritisi bersama. *** (ade tanesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *