BERITA

Samiran Belajar Menghadapi Ancaman Merapi

Dibaca 2 Menit

Ketika Kepala Desa Samiran Marjuki berusaha mendata sekitar 4000 warganya yang mengungsi gara-gara letusan Merapi 2010 lalu, ia hanya mendapati sekira 2600 warga dalam keadaan aman di kam pengungsian. Sebelum mengungsi, tidak ada arahan dari desa kepada warganya karena segera setelah Merapi meletus besar pada November 2010 itu, praktis masing-masing menyelematkan dirinya sendiri.

Itu adalah kekalutan yang tidak seharusnya terjadi. Warga Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah, bersikeras mereka pasti aman dari ancaman Gunung Merapi sehingga manakala ancaman Merapi menjadi nyata, kebingungan melanda.

Menurut Marjuki, kekalutan itu akibat berteguh pada mitos tanpa diimbangi dengan pengetahuan ilmiah. Adanya Gunung Bibi dan letak desa yang konon berada di punggung Merapi menjadi dasar keyakinan mereka. Tapi gara-gara Merapi 2010 lalu, mitos itu perlahan runtuh. Dan ketika Merapi meletus begitu dahsyat, paling besar dalam sejarah menurut pengakuan tetua desa, Warga Samiran mengalami geger lemper (panik).

“Tidak ada yang mengurus warga,” kata Marjuki, 41 tahun, Selasa (4/12/12). “Masing-masing menyelematkan dirinya sendiri.”

Kerawanan Merapi pernah ditegaskan sebelumnya oleh Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogyakarta Sri Sumarti pada Kickoff Program Tangguh Merapi November lalu di Yogyakarta. Menurutnya, kendati bukaan kawah akibat erupsi Merapi 2010 mengarah ke lereng selatan, tidak berarti wilayah yang melingkari Merapi yakni wilayah Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali aman dari ancaman.

Kerawanan itu disebabkan dengan potensi erupsi Merapi yang eksplosif (ledakan) seperti pada November 2010 lalu. Materialnya yang berupa benda padat, cair, dan gas dalam tekanan tingi itu bisa menyembur ke sisi mana pun tanpa bisa diprediksi. Berbeda dengan erupsi efusif (lelehan) di mana aliran magma encer bertekanan lemahnya bisa diterka arahnya.

“Oleh karena itu mitigasi Merapi tidak hanya perlu untuk Sleman saja,” kata Sri Sumarti November lalu. “Semua wilayah yang melingkari Merapi perlu dilibatkan.”

Bagi Marjuki, pengalaman erupsi Merapi 2010 menjadi momen untuk belajar. Ia berharap Program Desa “Tangguh” Merapi yang akan berlangsung di desanya sampai 2016 mendatang bisa menyiapkan warganya memiliki skenario pas menghadapi ancaman Merapi.

Marjuki mengatakan ia sudah menyiapkan segala keperluan untuk mensukseskan program yang digagas oleh Radio FMYY Jepang bersama dengan COMBINE Resource Institution dan Radio Komunitas anggota JALIN Merapi itu.

“Secara administrasi kami akan menyediakan data. Teknis di lapangan akan dipegang oleh Tim Siaga Desa, dan radio komunitas MMC FM pada penyebaran informasi,” kata Marjuki usai Sosialisasi Tingkat Desa Program Tangguh Merapi, Selasa (4/12/12). “Saya yakin ini menjadi pergerakan yang manis jika ditata dengan baik.”

Sementara itu, pegiat MMC FM Widodo menyatakan, informasi awal yang telah terhimpun dalam sosialisasi yang dihadiri oleh kelompok perempuan, TSD, perangkat desa, dan pegiat MMC FM tersebut akan menjadi langkah awal untuk mengelola sumber daya desanya. Proses selanjutnya akan bertumpu banyak pada kerjasama tiga unsur desa yakni pemerintah desa, TSD, dan radio komunitas MMC FM.

“Proses Tangguh Merapi nanti akan berasal dari teman-teman sendiri (warga),” kata Widodo menegaskan. “Kita semua akan belajar bersama bagaimana mengelola ancaman. Tidak ada yang lebih pintar di antara kita.”

Khairul Anam staff Divisi Media COMBINE Resource Institution.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *