BERITA

Dua Hari di Kaki Merapi

Dibaca 1 Menit

Menegaskan Posisi Radio Komunitas dalam Penanggulangan Bencana

Keberadaan radio komunitas dalam usaha pengurangan risiko bencana sangat penting, demikian kata Prof. Ir. Sarwidi, Komisi Pengarah Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) dalam Lokakarya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Melalui Radio Komunitas di Radio Komunitas Lintas Merapi, Deles, Sidorejo, Kemalang, Klaten (4/8/2009). Di setiap tahap penanggulangan bencana, seperti sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana radio Komunitas mampu berperan.

Lokakarya ini terselenggara atas kerjasama Combine Resource Institution, AMARC Japan Working Group, JICA-Disaster Reduction Learning Center (DRLC) Hyogo, dan Radio Komunitas Lintas Merapi. Selama dua hari peserta akan membahas masalah pengurangan risiko bencana gunung berapi dan membuat produk audio yang akan disiarkan melalui radio.

Suasana Lokakarya di Radio Komunitas Lintas Merapi
Sebagai media warga, radio komunitas sangat bermanfaat. Pada saat erupsi Gunungapi Merapi pada 2006, radio komunitas Lintas Merapi menyebarluaskan informasi tentang kondisi cuaca, aktivitas erupsi, dan lain-lain. Informasi tersebut menjadi rujukan warga untuk menghindari risiko bencana lahar panas. Untuk itu, pada masa yang akan datang, Sarwidi berharap pegiat radio mampu mengembangkan sistem informasi secara berkelanjutan.

“Saat erupsi gunung, media massa arus utama menggambarkan situasi merapi secara berlebihan. Erupsi bagi warga di lereng merapi adalah hal biasa. Mereka mengetahui cara untuk menghindarinya, misalnya menjauhi aliran-aliran sungai. Tapi, media tidak mampu memahaminya, akhirnya warga diungsikan oleh pemerintah. Padahal saat itu belum saatnya mereka mengungsi,” jelasnya.

Sukiman, Koordinator Radio Komunitas Lintas Merapi menjelaskan kegiatan radionya
Hal berbeda dilakukan oleh radio komunitas yang dikelola oleh warga. Media ini menyebarluaskan informasi secara lebih rinci. Mereka mengumpulkan informasi-informasi dari perubahan alam, cuaca, dan tanda-tanda lain yang mereka yakini. Mereka melengkapinya dengan data-data dari lembaga pemerintah yang menangani kegunungapian. Karena itu warga bisa mendapatkan informasi yang lengkap.

“Ratusan tahun warga yang tinggal digunung sangat paham terhadap tanda-tanda alam. Pengetahuan itu didapatkan melalui interaksi mereka dengan alam yang sangat erat. Inilah yang disebut dengan kearifan lokal,” lanjutnya.(Yossy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *