ARSIPMAJALAH KOMBINASI

Jaga Diri di Dunia Nyata, Jaga Diri di Dunia Maya

Dibaca 2 Menit

Edisi ke-76, Desember 2020

Tahun 2020 barangkali menjadi tahun yang berat bagi banyak orang. Tidak hanya soal ancaman tertular Covid-19, akan tetapi sebagian besar dari kita “dipaksa” untuk beradaptasi dengan berbagai kebiasaan baru. Salah satunya adalah cara kita berkomunikasi; dari luring (offline) menjadi daring (online).

Yang terjadi selama pandemi adalah sebagian pekerja diwajibkan bekerja dari rumah (WFH); para pelajar belajar dari rumah; para orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar jarak jauh harus dapat mengerti dengan cepat cara menggunakan perangkat digital agar anak-anaknya tak ketinggalan tugas. Problemnya, adaptasi ini tidak hanya soalan teknis semata, melainkan ada hal-hal lain yang juga perlu diantisipasi. Misalnya, kejahatan siber.

Dilansir Katadata (20/1/2020), kejahatan siber di Indonesia pada paruh pertama tahun 2020 meningkat 5 kali lipat dari periode yang sama di tahun 2019; pada Januari hingga Juli 2019 terjadi 39,3 juta serangan siber di Indonesia, sementara pada Januari hingga Juli 2020, Badan Siber dan Sandi Negara melaporkan telah terjadi 198,9 juta kasus serangan siber. Ini bukan hanya fenomena unik Indonesia, tetapi juga terjadi hampir di seluruh dunia.

Penipuan melalui platform daring, kekerasan berbasis gender online (KBGO), phishing, pencurian dan pengumpulan data pribadi secara ilegal adalah beberapa kasus yang sering terjadi. Sebabnya adalah rendahnya tingkat literasi keamanan digital masyarakat. Fakta tersebut mengungkapkan betapa rentannya kita di tengah laju perkembangan teknologi digital.

Di edisi kali ini, newsletter Kombinasi menampilkan kembali beberapa artikel di www.combine.or.id yang berkaitan dengan isu di atas maupun yang beririsan dengannya, di antaranya:

Pegiat media komunitas BaleBengong yang juga relawan SAFEnet, Anton Muhajir, membahas tentang apa yang bisa dilakukan pegiat media warga–dan sebenarnya berlaku bagi semua kalangan–untuk mengantisipasi kejahatan siber.

Mashita Fandia, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM, mengulas secara teoritis konsep privasi. Banyaknya kasus pelanggaran privasi di ranah digital yang memiliki dampak multidimensi adalah imbas dari perbedaan pemahaman akan konsep privasi.

Maraknya perisakan di dunia maya, dengan atau tanpa akun anonim, membuat dunia maya menjadi tempat yang menyeramkan. Lamia Putri Damayanti menyebut bahwa hilangnya wajah menyebabkan komunikasi yang etis tak terjadi dan berujung pada maraknya perundungan siber.

Pandemi memiliki dampak sosial ekonomi yang besar bagi warga. Bantuan sosial–meski kami agak kurang sepaham dengan istilah “bantuan”–sebenarnya bisa menjadi “obat” sementara untuk bertahan dari empasan pandemi. Akan tetapi karut marut data dan pengelolaannya membuat program yang mestinya bermanfaat bagi warga, menjadi kehilangan signifikansinya. Merespons hal itu, Imung Yuniardi menyebut pentingnya penerapan satu data dari desa agar setiap program bantuan dapat lebih tepat sasaran dan bermanfaat.

Selain itu ada juga ulasan Firdaus Cahyadi tentang pentingnya portal pengetahuan (knowledge portal) bagi buruh migran; Elanto Wijoyono membahas urgensi peta jalan dalam penerapan sistem informasi desa; serta beberapa laporan kegiatan yang kami lakukan sepanjang 2020.

Gambaran 2021 masih agak buram dan tampaknya tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan daya tahan dan kemampuan adaptasi agar tidak tenggelam oleh perubahan yang begitu cepat.

Terakhir kami ingin mengucapkan selamat Hari Raya Natal bagi yang merayakan dan selamat menikmati waktu senggang di penghujung tahun. Saran kami, sebaiknya di rumah aja. Selalu jaga kesehatan, jiwa dan raga.

Salam hangat,

Redaksi Combine

*Baca Nawala ini selengkapnya, melalui tautan di bawah ini!

https://s.id/1Vdf2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *