BERITA

Rancangan Revisi UU Telekomunikasi Untungkan Pebisnis

Dibaca 1 Menit
BERITA

Rancangan Revisi UU Telekomunikasi Untungkan Pebisnis

Dibaca 1 Menit

Praktik konvergensi media selama ini sebenarnya sudah berlangsung riuh di Indonesia. Tapi hingga kini belum ada kejelasan tentang aturan mainnya. Untuk itulah, pemerintah merasa perlu untuk membuat aturan tersebut. Tapi sayang, undang-undang yang sekarang sedang masuk pada proses perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut justru sangat menguntungkan pebisnis telekomunikasi dan informasi. Pesanan dunia komersial lebih tinggi daripada kepentingan publik.

Keberpihakan pemerintah terhadap pelaku bisnis telekomunikasi dan informasi itu terlihat jelas pada pasal 30 ayat (1) dan (2) RUU Konvergensi Telematika. “Setiap penyelenggara telematika dapat melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dengan penyelenggara telematika,” bunyi ayat satu. Sedangkan, “Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari menteri,” bunyi ayat (2).

Dua ayat tersebut akan mengakibatkan konsentrasi dan konglomerasi telekomunikasi dan informasi. Dampaknya adalah tidak akan pernah terwujud cita-cita keragaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keragaman isi (diversity of conten) dalam dunia telekomunikasi dan informasi di Indonesia.

Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Penyiaran 2002 Paulus Widiyanto memaparkan pandangannya terhadap RUU Konvergensi Telematika tersebut pada Diskusi Publik bertajuk “Regulasi Konvergensi Media dan Hak Publik” di University Center, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (22/12).

Selain itu, Paulus menyoroti jika undang-undang ini hanya menggabungkan telekomunikasi dan informasi. Makanya undang-undang tersebut bertajuk Undang-Undang Konvergensi Telematika, bukan konvergensi media. “Yang dilakukan sekarang adalah konvergensi parsial, bukan total. Dan yang diuntungkan adalah vendor,” tegas Paulus.

Tetapi, Paulus menggarisbawahi, bila pemerintah akan menerapkan atau menggodok UU Konvergensi Media maka harus ada salah satu undang-undang yang tidak diturutsertakan. “Dalam konvergensi, harus ada undang-undang yang ditiadakan. Bagi saya adalah undang-undang pers,” imbuh Paulus.

Hadir pula sebagai pembicara lain adalah Eka Indarto, direkutur Jogja Media Net yang mengatakan jika terlebih dahulu pemerintah harus memetakan industri telekomunikasi sebelum menerapkan undang-undang yang sedang dibahas tersebut.

Pada akhir diskusi, Moderator Disku Puji Rianto menegaskan, masyarakat lewat pelbagai pihak wajib mencermati proses RUU tersebut agar tidak merugikan publik dan menguntungkan pebisnis.

Sementara itu, Analis Teknologi Penyiaran dan Peraturan Kementrian Komunikasi dan Indonesia Republik Indonesia Feriandi Mirza menulis di akun twitter-nya, @efmirza, memang  pada awalnya yang diajukan adalah RUU Konvergensi, tetapi yang disetujui adalah perubahan Undang-Undang Telekomunikasi No 36 1999, Jumat (23/12).

“Pengaturan media jelas ga diatur di RUU perubahan UU Telekomunikasi. Mungkin itu (RUU Konvergensi Telematika yang dimaksud Paulus-red.) draft RUU Konvergensi yang dulu, yang sekarang udah ganti jadi RUU perubahan UU Telekomunikasi,” tulis Mirza lagi.

KA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *