Site icon Combine Resource Institution

Edisi 70 : Perlindungan Data Pribadi

Ketika kita sedang asyik bercakap-cakap dengan sahabat melalui layanan pesan instan di telepon seluler, sebagian besar dari kita mungkin berpikir bahwa aktivitas itu hanya merupakan bentuk komunikasi biasa. Namun, ketika kita melakukan aktivitas itu, mesin-mesin yang menjembatani pertukaran pesan kita ternyata juga melakukan tugas lain, yakni mengumpulkan data aktivitas kita mulai dari lokasi kita dan teman yang tengah kita ajak ngobrol, durasi waktu percakapan, hingga kemungkinan mengambil data dari aplikasi lain yang juga kita aktifkan saat itu.

Di internet, sebagian besar aplikasi saat ini bekerja dengan meminta, mengambil, mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis data pribadi
pengguna, kerapkali tanpa pengguna sadari. Pengguna digiring untuk menyerahkan data pribadinya secara sukarela tanpa memahami dampak-
dampak yang mungkin akan muncul di kemudian hari. Data pribadi itu bisa berupa data administratif kependudukan seperti yang tertera di kartu identitas penduduk, nomor telepon seluler, alamat surat elektronik, data anggota keluarga, data tentang perilaku pengguna di internet, hingga data soal lokasi realtime pengguna.

Ketika kita mengeklik tanda “setuju” pada lembar pernyataan privasi di aplikasi yang ingin digunakan, kita kerapkali tidak benar-benar membaca seluruh isinya, sehingga kita tidak sadar bahwa kita telah menyetujui permintaan dari aplikasi tersebut untuk mengakses data-data digital kita.
Pola pengumpulan data pribadi melalui berbagai aplikasi di internet menimbulkan tantangan keamanan bagi seluruh pengguna internet. Sekali data yang bersifat sensitif atau privasi dibagikan melalui internet, data tersebut akan selamanya berada di dalamnya. Semua orang yang memiliki akses, baik legal maupun ilegal, terhadap data-data tersebut bisa menggunakannya untuk kepentingan yang tidak ada sangkut pautnya dengan
pemilik data. Artinya, data-data itu bisa disalahgunakan pihak lain untuk kepentingannya. Sayangnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki
undang-undang yang bisa melindungi data pribadi setiap warga.

Di tengah-tengah ketidakpastian hukum mengenai perlindungan data pribadi, sejak pertengahan 2017 lalu warga pengguna ponsel diminta untuk melakukan registrasi kartu sim (simcard) dengan menggunakan nomor kartu tanda penduduk (KTP) dan nomor induk kependudukan (NIK). Sebagian orang mungkin menganggap tidak ada masalah dengan kebijakan itu, karena toh kita kerap menggunakan KTP untuk berbagai keperluan, dari membuka rekening bank hingga membeli tiket kereta api. Namun, ada sebagian pihak yang menganggap kebijakan registrasi itu bermasalah. Edisi ini akan fokus membahas mengapa registrasi simcard perlu dipersoalkan.

Exit mobile version