BERITA

Sekolah SID, Langkah Membangun Kemandirian Desa

Dibaca 1 Menit

Combine Resource Institution resmi menggelar Sekolah Sistem Informasi Desa (SID) pada 14 – 17 September 2015 di kantor CRI, Bantul, Yogyakarta. Sekolah angkatan I ini diikuti oleh perwakilan pemerintah desa dari 5 desa di Kabupaten Kebumen dan satu desa dan lembaga dari Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Mengusung semangat “Sekolah SID, Langkah Membangun Kemandirian Desa,” sekolah ini mengajak para pebelajar untuk menggali, mengorganisir, dan memanfaatkan data dan informasi di desanya untuk membangun desa secara mandiri. Tak hanya itu, pebelajar Sekolah SID juga belajar tentang penyebaran informasi untuk memastikan warga dapat mengakses data.

Untuk mengoptimalkan kompetensi di atas, maka sekolah ini pun terbagi menjadi 2 kelas, yakni kelas Olah Data dan kelas Jurnalisme Warga. Seperti namanya, kelas Olah Data berfokus pada bagaimana mengolah dan mengelola data dalam aplikasi SID. Sementara kelas Jurnalisme Warga berkonsentrasi pada bagaimana menggali dan menyebarkan informasi melalui SID.

Lahirnya Sekolah SID tak lepas dari upaya CRI untuk menjawab kebutuhan sumber daya manusia dalam mengelola aplikasi SID secara lebih optimal. SID sendiri menjadi salah satu media efektif dalam mewujudkan desa yang mandiri seperti termaktub dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang kemandirian desa untuk mengelola sumber daya.

“Identifikasi dan pengelolaan data sangat penting dalam menentukan arah pembangunan desa. Itulah kenapa sekolah ini penting untuk digelar. Harapannya, peserta dapat memiliki kemampuan dalam mengelola sumber daya desa menggunakan SID untuk menunjang kemandirian desa,“ jelas Imung Yuniardi, direktur CRI selaku pengelola Sekolah SID, (14/9).

Dengan diampu oleh pengajar profesional, Sekolah SID tak hanya menyajikan pembelajaran di dalam kelas saja. Untuk memaksimalkan pemahaman tentang pemanfaatan SID, para pebelajar pun diajak untuk mengunjungi desa penerap SID yakni Desa Nglegi di Patuk, Gunungkidul dan Desa Dlingo pada Selasa, (15/9). Di Desa Nglegi, para pebelajar belajar bagaimana pemerintah desa memanfaatkan data SID salah satunya untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP). Sedangkan di Desa Dlingo, para pebelajar mempelajari bagaimana SID dimanfaatkan untuk mengelola potensi unggulan desa seperti wisata, kuliner, kerajinan, dan sebagainya.

“Saya sangat bersemangat ingin belajar bagaimana SID dimanfaatkan untuk meningkatkan akurasi data kependudukan dan mengembangkan potensi wisata. Nantinya, saya ingin bisa memanfaatkan ilmu yang saya dapatkan di sini (Sekolah SID-red) untuk mengembangkan potensi khususnya potensi wisata yang ada di desa saya,” jelas salah satu peserta asal Kabupaten Boyolali. (AS/ASDP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *