BERITA

Wacana Pengarusutamaan Jender pada Media

Dibaca 2 Menit

“Representasi perempuan pada program televisi tidak hanya soal mengeksploitasi tubuh perempuan, tetapi juga peran sosialnya. Dalam acara bertajuk “Ibu” digambarkan peran perempuan sebagai sosok kuat dan pencari nafkah bagi rumah tangga. Tetapi acara ini seakan sekadar eksploitasi airmata yang mengocok emosi penonton, dan bukan bangun kesadaran peka adil jender,” ungkap Sukiratnasari dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DIY di forum diskusi berseri bagi pegiat gender dan pemberdayaan perempuan.

Diskusi yang setiap bulan  digelar oleh  PSKK UGM, SCN CREST, LSPPA, LKiS Perempuan, dan PLIP Mitra Wacana, secara khusus mengangkat tema “Pemanfaatan Media dalam Pewacanaan Gender Mainstreaming di Masyarakat,” yang diadakan pada 28 Oktober 2011 di Ruang Pertemuan Lt. 2 Gedung Masri Singarimbun PSKK UGM. Hadir sebagai narasumber Sukiratnasari, SH dari KPID DIY, Ade Tanesia dari COMBINE Resource Institution, dan Yoga dari PSKK.

Sukiratnasari memaparkan bagaimana citra perempuan di berbagai media. Ia mengakui bahwa sensitif adil jender pada jurnalis masih sangat minim. Sebagai contoh saja, sudah ada peraturan bagaimana memperlakukan korban pelecehan seksual.Dalam pemberitaan, alamat korban pelecehan seksual hanya boleh dibeberkan sampai tingkat kecamatan, dan  tidak boleh detil  sampai nomor rumah dan RT/RW. Hal-hal semacam ini masih belum disadari oleh para jurnalis.  Menurut Sukiratnasari, pelatihan pengarusutamaan jender pada jurnalis sudah sering dilakukan. Namun pelatihan kerap tidak efektif karena  perputaran jurnalis di sebuah media sangat cepat. Pendidikan sensitif adil jender pada media arus utama  menjadi sangat penting karena  sangat mempengaruhi cara pandang masyarakat. Sebenarnya di   media online,  perempuan punya ruang lebih leluasa untuk mengungkapkan kepentingannya, sekaligus bisa memperkaya konten adil jender. Sayangnya,akses terhadap media online masih terkonsentrasi di daerah perkotaan dan sebagian besar di Pulau Jawa. Lalu bagaimana kepentingan perempuan pedesaan di berbagai daerah bisa disuarakan oleh media?

Narasumber Ade Tanesia dari COMBINE Resource Institution mengungkapkan bahwa televisi dan radio adalah media yang paling banyak diakses oleh rakyat Indonesia di daerah pedesaan,terutama di luar jawa. Dengan berkembangnya radio komunitas di berbagai daerah di Indonesia, maka bisa menjadi media strategis  untuk mengangkat isu perempuan lokal. Namun dengan berbagai keterbatasannya, maka dibutuhkan sebuah upaya pendidikan sensitif adil jender di radio komunitas. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh COMBINE Resource Institution mengenai akses dan keterlibatan perempuan di radio komunitas di wilayah Cilacap,Yogyakarta, dan Lombok, maka ada sejumlah hambatan yang dirasakan perempuan untuk aktif terlibat di ranah publik seperti radio komunitas. Salah satunya adalah kesibukan perempuan pada urusan domestik, stereotip yang berkembang bahwa teknologi seperti radioadalah milik kaum laki-laki, dan adanya rasa malu atau rendah diri pada perempuan untuk tampil. Di sisi lain, hasil survey ini juga menunjukkan bahwa perempuan adalah pendengar setia radio komunitas. Oleh karena itu dibutuhkan kerja ekstra bagi radio komunitas untuk mengangkat isu dan mendorong keterlibatan keterlibatan perempuan. Adapun cara yang bisa ditempuh antara lain mendatangi kegiatan-kegiatan kelompok perempuan di wilayah radio komunitas itu berada. Bisa pula mengembangkan kerjasama dengan organisasi perempuan, atau kelompok di desa. Membuat format siaran yang lebih fleksibel untuk perempuan,misalnya relay acara arisan dan posyandu. Rancang program siaran yang sesuai dengan waktu luang perempuan.

Sukiratnasari dari KPID DIY juga mengakui bahwa radio komunitas merupakan medium yang memiliki peluang untuk pendidikan sensitif adil jender di tingkat komunitas akar rumput. Pendengar pada radio komunitas bisa langsung melakukan kontrol bila ada konten siaran yang bias jender. Ia hanya menyayangkan kondisi radio komunitas yang tidak stabil, yaitu kadang berhenti siaran. Adapun beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari diskusi ini antara lain: 1) Dibutuhkan  pelatihan jurnalistik adil jender secara berkala pada media arus utama. 2) Radio komunitas sangat strategis untuk mengangkat kepentingan perempuan ke ranah publik serta melibatkan perempuan untuk dapat mengutarakan pendapatnya. 3) Lembaga yang aktif mengangkat isu adil jender perlu menengok radio komunitas sebagai sarana kampanye. *** (Ade Tanesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *