BERITA

CRI Siapkan Lokalatih Hubungan Desa-Kota

Dibaca 1 Menit

Batas-batas desa dan kota sudah mulai samar. Konsep kota bisa muncul di daerah perdesaan dan sebaliknya konsep desa dapat muncul di perkotaan. Warga kota tergantung ke desa, warga perdesaan bisa tergantung ke perkotaan. Sebagian besar hubungan desa-kota yang terjadi selama ini diwarnai oleh motif-motif eksploitatif sehingga warga perdesaan mengalami proses pemiskinan. Karena itu, warga desa dan kota perlu melakukan pembangunan kembali membangun hubungan mereka secara setara agar tercipta hubungan yang lestari.

Pendapat itu disampaikan oleh Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies (RCUS) Jakarta pada Diskusi Terbatas Hubungan Desa-Kota di COMBINE Resource Institution, Jalan KH Ali Maksum 183, Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul (14/1/2011). Konsep lestari (sustainable) mengandaikan hubungan yang saling menguntungkan antara desa dan kota.

“Terlalu sederhana bila memandang pengelolaan sumber daya perdesaan dan perkotaan hanya sekadar produksi-konsumsi. Orang kota butuh bahan makanan, orang desa memproduksi bahan makanan. Orang kota tak bisa dikatakan mengeksploitasi sumber daya desa, tapi mereka juga merupakan solusi bagi surplus bahan pangan yang diproduksi desa,” ujarnya.

Konsep lestari membutuhkan keseimbangan cara produksi-konsumsi dengan alam. Marco menye butnya dengan istilah tumbuh bersama sumber daya. Praktik lestari telah dipraktikkan oleh Singgih Kartono di Krajan 1 RT 02 RW 07, Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah. Singgih memproduksi teknologi kota seperti radio, alat tulis dan perkantoran, serta pernah-pernik lainnya dalam kemasan yang terbuat dari sumber daya yang dimiliki oleh desa. Lalu, produk kolaborasi itu (www.magno-design.com) mendapatkan apresiasi yang baik dari pasar.

“Kegiatan Singgih Kartono mengobrak-abrik konsep desa dan kota selama ini. Dia menunjukkan kota dan desa memiliki keterkaitan yang erat dalam hubungan produksi-konsumsi, kebudayaan, dan mata pencaharian. Konsep itu mendamaikan desa dan kota,” lanjut Marco.

Marco mengkritik kajian perkotaan yang didominasi oleh konsep Jakarta. Konsep itu bukan suatu yang netral sebab mengabaikan rujukan pada kota-kota lainnya. Ironisnya, banyak ahli perkotaan yang tinggal di luar Kota Jakarta gagap membicarakan konsep kota selain Jakarta. Konsep desa-kota membangkitkan pengetahuan perkotaan di Indonesia.

Diskusi itu diakhiri dengan perencanaan lokalatih hubungan desa-kota pada Maret 2011. Lokalatih itu akan diikuti oleh para pegiat perdesaan dan perkotaan untuk memperkaya khasanah desa-kota yang lestari. (YS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *